Dari arti katanya, Gwal’le Lol’lo Mas’sa Do’a dapat diartikan sebagai “Tukar Sirih Pinang Panggil Masuk” (Gwal’le lol’lo : Tukar sirih pinang, Mas’sa Do’a : Panggil Masuk)Ritual Gwal’le Lol’lo Mas’sa Do’a adalah sebuah ritual budaya etnis Lamatuka Kecamatan Lebatukan Lembata yang diyakini sebagai salah satu ritual untuk menyatukan kembali pihak – pihak yang bertikai agar hidup dalam persaudaraan.Ritual ini dibuat mulai dari pintu masuk hingga di dalam Rumah Adat atau Rumah Suku. Ritual dilakukan oleh para dukun (Molan) atau orang yang dipercayakan secara khusus.
Selain itu, ritual ini juga dilakukan dengan memperhatikan konflik yang terjadi.Apakah konflik yang terjadi adalah konflik ringan atau konflik yang terbilang berat dan telah lama dibiarkan terjadi.
Ada dua tahapan ritual ini yaitu Gwal’le lol’lo dan Mas’sa do’a
Gwal’le lol’lo dilakukan di pintu masuk rumah yang dimulai dengan penukaran tempat kapur sirih (bewasa) dari kedua pihak yang bertikai. Pertukaran ‘bewasa’ dilakukan sebanyak empat kali. Setelah empat kali pertukaran bewasa, kedua pihak kemudian makan sirih pinang bersama – sama. Pertukaran ‘bewasa’ dan makan sirih pinang ini menandakan bahwa kedua belah pihak telah saling memaafkan dan sepakat untuk berdamai.
Tahapan selanjutnya adalah Mas’sa Do’a. ‘Mas’sa Do’a adalah ritual panggil masuk rumah dimana kepala suku memanggil pihak yang bertikai untuk masuk kedalam rumah suku. Pemanggilan untuk masuk rumah suku ini dilakukan sebanyak empat kali. Pada panggilan pertama sampai ketiga, yang dipanggil tidak boleh menjawab. Yang dipanggil baru bisa menjawab pada panggilan yang keempat. Setelah menjawab, barulah yang dipanggil boleh masuk kedalam rumah dan bersalaman dengan tuan rumah.
Setelah sama-sama berada di dalam rumah, rangkaian ritual dilanjutkan dengan makan bersama (Betti Golle).Yang menjadi acara inti dari ‘Betti Golle’ ini adalah saling suap antara kedua belah pihak yang telah berdamai.
Saling suap makanan memberi pesan perdamaian yang luhur dari ritual Gwal’le Lol’lo Mas’sa Do’a. Kehidupan manusia dengan berbagai persoalan sosial termasuk pertikaian dengan sesama harus bisa diselesaikan. Penyelesaian tidak hanya berhenti pada saling memaafkan dan berdamai, tetapi lebih dari itu harus bisa saling mendukung untuk mencapai kemajuan hidup bersama. Saling suap makanan memberi pesan hidup saling membantu dan bekerjasama dalam hidup setelah berdamai. Inilah persaudaraan sejati.(Sumber : Piter Ruing – Orang Lamatuka- Dinas Kominfo Lembata)