“Seremoni adat amet praat Lewo,nimun Tanaalapen, Lewotukan Tanalolon, tanah tawa ekan gere, buta bete walang mara, lau Tuak Tobuwutun sampai Tanjung Atadei, teti Leu sampe Suba, Waipukang Waimatan, Nubatukan Awalolong”
Plt. Bupati Lembata Thomas Ola mengawali Rapat Terbatas Pamong Praja tingkat Kabupaten Lembata dengan terlebih dahulu melakukan seremoni adat untuk meminta ijin dan restu agar pelaksanaan rapat dimaksud berjalan tanpa hambatan. Rapat terbatas Pamong Praja ini dihadiri para kepala desa dan camat dari Kecamatan Ile Ape Timur dan Ile Ape berlangsung di rumah jabatan bupati Lembata, hari ini Selasa (3/08/20).
Seremonial “amet praat” itu dilakukan semata karena rumah jabatan bupati Lembata ini nyaris tidak dimanfaatkan selama 6 (enam) tahun. Menurut Plt. Bupati Lembata Thomas Ola, perlu dilakukan seremoni adat karena sudah lama rumah jabatan itu tidak difungsikan.
“Jika tidak ada yang tinggal rumah ini akan rusak, “tutur Thomas Ola ketika melihat dari dekat seluruh ruangan yang ada dalam rumah jabatan itu.
Rapat terbatas dengan agenda mencari solusi dan alternatif pemecahan masalah terkait erupsi gunung berapi Ile Lewotolok dan kebakaran hutan akibat lontaran lahar panas di wilayah gunung yang sama itu berhasil merumuskan “tindakan” kumulatif yang harus dilakukan secara bersama sama. Karena menurut Thomas Ola, tidak ada satupun kepala desa yang super hebat “one man show” yang bisa dan mampu menyelesaikan masalah secara individu.
Dalam “kasus”erupsi gunung dan kebakaran hutan di wilayah Ile Ape menurut Thomas Ola harus ada pendekatan adat.
“Komunikasi adat terkait erupsi dan kebakaran gunung yang sedang dihadapi di Ile Ape harus menjadi perhatian serius semua pihak terutama para kepala desa dan tokoh masyarakat di Ile Aleng gole Ile Ape, ” tegas Thomas.
Rapat terbatas itu berakhir dengan kesimpulan masing masing camat melakukan koordinasi dan menggelar rapat bersama dengan tokoh adat, tokoh masyarakat dan seluruh elemen lain di wilayah kecamatan masing masing yakni Kecamatan Ile Ape Timur dan Ile Ape untuk merumuskan secara bijaksana sesuai pranata adat.
“Jika bisa ritual adat itu dilaksanakan secara kumulatif atau bersama sama jangan dilakukan secara par sial, ” tegas Kades Watodiri Gregorius Walang.
Untuk diketahui, pelaksanaan ritual adat selama kurun waktu meletusnya gunung Ile Ape dari November tahun lalu sampai saat ini masih dilakukan secara parsial oleh masing masing kelompok masyarakat adat.
Seperti diketahui di Ile Ape terdapat sejumlah kelompok masyarakat adat dengan ritualnya masing masing. Diantaranya, ada kelompok masyarakat Adat Napoulun, Peteebang, Lewohala, Atawatun, Lamawolo dan Lamarongan. (Dinas Kominfo Lembata)