Semangat dan komitmen membangun kabupaten Lembata oleh Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur dan Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langodai terus digalakan. Potensi-potensi unggulan digali dan di promosikan ke luar daerah. Salah satu potensi andalan yang saat ini sedang digali adalah potensi wisata budaya selain potensi wisata bahari dan wisata alam. Salah satu prospek pengembangan wisata budaya adalah Ritual “Eheq Ur Lekan Nameq” yang pelaksanaan ritual tersebut diikuti Bupati dan Wakil Bupati Lembata di desa Benihading 1.
Suasana desa Benihading mendadak ramai tidak seperti biasanya sepi karena hampir sepekan wilayah pedalaman Buyasuri terus diguyur hujan hingga warga sulit beraktivitas. Dari kejauhan terdengar alunan bunyi gong dalam berbagai nada dipadu dentuman beduk bertalu-talu terdengar erotis dan harmonis simbol peradaban masyarakat setempat. Kepala seksi Pos dan Telekomunikasi Marsel Molan sekaligus juru berita Diskominfo dari Benihading 1 melaporkan situasi saat itu ketika Bupati dan wakil bupati Lembata diagendakan berkunjung ke desa Benihading 1 pada Kamis, 18 Januari 2018. Kehadiran Pemimpin pemerintahan tertinggi di daerah itu untuk memperingati 1 tahun deklarasi “Uyelewun Raya” saat dimana masyarakat yang hidup dibawah kaki gunung Uyelewun menyatakan sikap untuk menjaga persatuan dan kesatuan, membina toleransi dan persaudaraan yang dideklarasikan oleh sang deklarator Eliaser Yentji Sunur dan Thomas Ola Langodai yang menahkodai Kabupaten Lembata saat ini.
Pukul 9.00 Bupati Lembata dan rombongan tiba di desa Benihading 1. Gadis-gadis yang tergabung dalam sanggar budaya setempat berjejer menari menjemput bupati dan rombongan dan dilanjutkan seremonial penerimaan sesuai tradisi setempat dan berarak menuju Ebang Meker. Ebang meker merupakan deretan tiga Ebang (bangunan khas kedang) simbol 3 leluhur yang menurunkan warga masyarakat Benihading 1 yakni Nu’ung ehaq, Beni ehaq dan Etoq Ehaq. Di lokasi inilah Bupati Lembata dan Wakil Bupati Lembata bersila di tanah beralas daun pisang (apasau) mengikuti ritual “ Eheq Ur Lekan Nameq ” yang di seremonikan oleh molan rian Leu Etoq warga desa setempat.
“ Eheq Ur Lekan Nameq” diawali dengan beberapa persiapan antara lain meletakan daun pisang di tanah untuk duduk bersilah yang di sebut kowal apasau. Setelah itu sang dukun duduk bersila bersama Bupati dan Wakil Bupati Lembata, pimpinan DPRD Yohanes de Rosari, dan pemimpin adat setempat. Persiapan selanjutnya adalah puli lapaq yaitu batu batu ceper berukuraan kecil untuk meletakan bahan sesaji. Setelah itu dilanjutkan dengan heraq pangaleweq yakni barang kebutuhan seremoni berupa telur ayam, utas-utas benang, helai kain yang digunting merah, hitam atau warna lainnya sesuai keperluan yang kemudian sang dukun akan melakukan “behir” yakni mengarahkan bahan sesaji yang terletak diatas liwang puli luri (nyiru tradisional) dan memutar-mutar didepan para pejabat yang hadir sambil bermantera,” ude sue telu apa, ude sue telu apa uren apaq” yang bermakna agar apa yang digunakan dalam ritual itu bermakna dan bermanfaat. Setelah ini acara siap dimulai. Sambil menuangkan tuak diatas batu batu kecil, mengiris iris kain hitam, siri dan pinang lalu memecahkan telur ayam dan meletakannya di atas batu batu kecil, sang dukun terus bermantera, “ ling todi weq hen keq hapang awil eheq lakan, ma tebeq nueng mader nere, eheq meq ur lekan meq nameq, upil meq kala loman meq haur, nore meq mier renga deq derung, todi nore imeq rian hen nore woiq baraq, ka mara bute nueng min mara te’el nere bute mara loyobohor te’el nore maq napun”. Yang berarti para leluhur boleh menerima sesajian dengan seegala kekuatan dan penjaga alam semesta untuk merenggangkan busur menyimpan anak pana, tumpulkan tombak simpan perisai dan boleh kembali pada tempat persemaiannya. Ritual ini berkaitan dengan keikutsertaan para leluhur uyelewun yang siap siaga menjaga paket sundai dalam perhelatan politik setahun silam.
Ritual terus berlangsung dengan poan manuq. Poan manuq ini seekor ayam jantan ditiup kepalanya tiga kali oleh dukun, diikuti Bupati dan Wakil Bupati, pimpinan DPRD lalu pemilik ebang meker. Setelah itu dukun akan meramas mulut dan kepala ayam jantan tersebut dan dibiarkan tergantung menggelepar di tangannya sang dukun terus bermantera” beq loeng lereng bitol hewal ote koda ria ari baraq uyelewun kayaq tene til denger mato mui Yance Sunur Thomas Ola seq parenta bisara, nikol udeq kara tikol nadan udeq kara tadan, waq udeq kara kodil lapan udeq kara balaq, se’i ahar puting oliq pireng. Kahuda min doha,ka rutaq min paroma,mani perenta bisara pene nore tukul surat neq nore uawei, wowo ne’e ma sampera uq ne’e rantaka uli odeq sadi lawang, poti hakal beyeng ketang mani perenta bisara wela ili kole watan tahiq buel” memohon para leluhur untuk memelihara dan melindungi Bupati dan Wakil Bupati agar sehat walafiat, bijaksana, tetap kokoh berdiri berkuasa memegang pemerintahan untuk membangun dan melayani ribu ratuq (sebutan masyarakat) seluruh Lembata. Ritual diakhiri dengan boq utuq ale. Dalam ritual ini bagian dari ayam yakni ujung mulut, ujung kaki , ujung sayap serta sedikit usus ayam akan diletakan di atas pusara batu-batu kecil untuk di berikan kepada para leluhur.
Usai Ritual ayam yang sudah diseremonikan akan dibakar dan akan dipisahkan utuq ale. Utuq ale adalah bagian penting dari ayam yakni punggung bagian belakang, usus dan hati akan diberikan pada pemilik ritual sedangkan bagian lainnya akan dicincang dan dibagikan dengan pisang bakar untuk dimakan. Ritual selesai acarapaling terakhir dengan bahir apa belesau yakni daun daun pisang yang ada akan diangkat buang. Ritual penuh simbol dan syarat makna bernuansa mistik magis itu merupakan tradisi memberi makan sekaligus memohon para leluhur untuk melepaskan peralatan perang saat mengawal Paket Sundai dalam perhelatan politik setahun silam. Ritaual ini juga merupakan bagian dari rangkain acara” Satu Tahun Deklarasi Uyelewun Raya.
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur usai acara ritual tersebut menyatakan, Ritual-ritual adat dan situs situs budaya adalah daya tarik pariwisata yang tidak boleh dieksploitasi dan harus di jaga keasliannya. Untuk pengembangan pariwisata budaya pemerintah telah menggagaskan kegiatan expo wisata budaya uyelewun raya. Untuk mensukseskan upaya expo budaya tersebut Bupati meminta kepala desa untuk fokus dalam rencana kgiatan dengan membuka askses ke kampung lama sebagai pusat kegiatan. “ Ritual-ritual ini hal yang menarik dan ini dalah adaya tarik pariwisata yang terus dijaga keasliannya. Saat ini sedang dicarikan lokasi yang tepat untuk kegiatan expo wisata budaya Uyelewun Raya. Saat ini masih dalam kegiatan iventarisir, identivikasi seluruh budaya yang akan ditampilkan dalam expo nanti.
Sebagaimana diliput dilokasi kegiatan usai mngikuti ritual “Eheq Ur Lekan Nameq” Bupati dan Wakil Bupati beserta rombongan berarak menuju Halaman kantor desa Benihading 1 utuk acara pengresmian Kantor desa dan Puskesmas Pembantu desa Benihading yang ditandai dengan penandatanganan Prasasti oleh Bupati Lembata. Usai acara pengresmian tersebut Bupati dan rombongan menuju ke tenda utama mngikuti seluruhrangkaian acara 1 tahun Deklarasi Uyelwun Raya. (M.Molan/Kominfo)