Setelah Peristiwa berdarah tanggal 17 Agustus 2014 antara warga desa Pantai Harapan dengan Warga Desa Wulandoni akhirnya sepakat untuk membuat seremoni Sare Dame. Sebagaimana diliput staf Diskominfo di lokasi kegiatan, Kedua desa sepakat membuat ritual Sare Dame yang difasilitasi pihak pemerintah Kecamatan wulandoni. Adapun ritual sare dame tersebut dibuat dengan berdiri berhadapan seorang ibu dan seorang bapak perwakilan dari masing-masing desa, yang ibu memegang siri pinang dan Bapak memegang wayak (tempat meletakan Koli tembakau) berisi tembako, masing-masing didampingi atamolan dari masing-masing desa.
Disamping mereka berdiri tegak seorang bapa berpakaian perang sambil menggenggam tombak di tangan. Atamolan dari kedua desa lalu membawakan mantera dalam bahasa adat setempat yang isinya memohon maaf pada Pemilik alam semesta (ama lera wulan ina tana ekan) atas peristiwa berdarah yang mencederai hubungan persaudaraan. Atamolan lalu mengambil siri pinang dan tembakau dari tangan perwakilan warga dan menukar siri pinang dan tembako diantara mereka lalu mereka makan siri dan pinang bersama.
Perwakilan warga desa Wulandoni makan siri pinang dan isap tembakau milik warga Pantai Harapan dan sebaliknya. Usai makan siri pinang dan isap tembakau bersama mereka berpelukan sambil menangis sambil memohon maaf disambut tepukan tangan dari warga kedua desa yang memadati tenda. Terlihat banyak dari warga masyarakat yang menggugurkan air mata bahagia dalam peristiwa itu.
Usai seremoni sare dame acara dilanjutkan dengan pembacaan dan penandatanganan Memorandum perdamaian yang memuat 5 point penting yakni
1. Ritual perdamaian adat secara lamaholot telah kami lakukan pada hari Sabtu tanggal 05 Agustus 2017 yang berlokasi di lapangan bola kaki kantor Camat Wulandoni dihadapan unsur pimpinan pemerintah kabupaten, Kecamatan dan desa serta seluruh masyarakat Wulandoni.
2. Kami para pihak yang bertikai dan didukung 13 desa lainnya di Kecamatan Wulandoni mendukung sepenuhnya pasal-pasal dalam amar keputusan Pengadilan Negeri Lembata berdasarkan Akta Perdamaian Nomor : 08/Pdt.6/2014/PN LBT, tanggal 23 Februari 2015.
3. Kami para pihak yang bertikai menyatakan rasa penyesalan yang mendalam atas kejadian tanggal 17 Agustus 2014 hingga dengan sadar, tulus dan ihklas tanpa tekanan/paksaan dari pihak manapun menyatakan telah berdamai dan berjanji bahwa peristiwa yang telah terjadi tanggal 17 Agustus 2014 TIDAK BOLEH terulang kembali.
4. Kami para pihak khusus desa Pantai Harapan dan Wulandoni kedepannya mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul dan tidak menggunakan cara-cara kekerasan serta saling menghargai satu sama lain.
5. Kami pihak yang bertikai siap menghadapi resiko hukum sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku apabila dikemudian hari melanggar memorandum perdamaian ini.
Pada bagian akhir dokumen perdamaian itu juga menuliskan “Damai Itu Indah dan perlu diwariskan ke anak cucu”
Yang menandatangani dokumen perdamaian tersebut kepala desa dari kedua desa yang bertikai yakni kepala desa Pantai Harapan Muhamad Sengaji, Kepala Desa Wulandoni Servas Sidu, didukung 13 desa lainnya di Kecamatan Wulandoni, Mengetahui camat Wulandoni Raimundus Beda,SE, , Kapospol Wulandoni Yudhi Ardyanzah , Bhabinsa Wulandoni Maximilianus Onggar, dan disaksikan oleh Imam Mesjid Pantai Harapan H.Abubakar Igo, Pastor Paroki Wulandoni Rm. Gabriel Jogo Baluk,Pr, Kapolres Lembata Arsdo Ever P Simatupang, S.I.K, An. Dandim 1624 Wilayah Flotim Lembata Pabungkab Lembata Ignasius H.Sogen, Pimpinan DPRD Lembata Paulus Makarius Dolu, Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday dan Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur.
Camat Wulandoni Raimundus Beda,SE Dalam sapaannya mengkisahkan terlaksananya upacara seremonial sare dame pada 5 Agustus 2017 melalui upaya pendekatan berulang kali dan puncak dari upaya itu adalah dibangunnya kepakatan damai dari masing-masing desa yang bertikai yang tertuang dalam berita acara kesepakatan yakni desa Pantai Harapan tanggal 27 April 2017, desa Wulandoni 29 April 2017, desa Belobao 30 April 2017 sebagai kekuatan awal mewujudkan perdamaian hari ini.
Ia juga menyampaikan bahwa dalam mewujudkan perdamaian ini juga banyak pihak yang bekerja mensosialisasikan berbagai keputusan dan landasan hukum yang dikenal sebagai tim 16 dari desa Pantai Harapan dan tim 13 dari desa Wulandoni serta dukungan pemerintah dan masyarakat kecamatan Wulandoni.
Atas nama tokoh masyarakat desa Wulandoni Thomas Aquinos menyatakan kebahagiaan yang paling sempurna adalah berusaha untuk membahagiakan orang lain karena menurutnya kebahagian bukan semata mata untuk diri sendiri. Lanjut Aquinos setiap orang boleh berusaha memperoleh segala-galanya didunia tapi hak yang pasti adalah tanah berukuran 2×1 meter untuk pristirahatan terakhir oleh nya tetapi akan cuma-cuma jika kita kehilangan hidup itu sendiri.
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur dalam sambutan secara singkat menyatakan, masyarakat telah mengalami hal yang kemarin yakni peristiwa buruk dan hari ini kita menyaksikan seremoni adat oleh orang-orang tua kita untuk mengakhiri semuanya dan kedepan harus lebih baik. Ia juga mengharapkan agar kedepan tidak lagi mendengarkan informasi dan hal lain dari luar desa kita sendiri.
Bupati Sunur mengisahkan upaya pemerintah untuk mengakhiri permasalahan ini melalui proses panjang sejak tahun 2014 sejak camat Paulus Sina Kai hingga Raimundus Beda dan kita boleh menyaksikan seremonial perdamaian ini. Menurutnya, peristiwa hari ini bukan puncaknya tapi aktivitas masyarakat diwilayah ini selanjutnya yang harus diletakkan.
Berkelahi itu harus diakhiri karena tidak ada perkelahian yang menyenangkan melainkan yang ada adalah penderitaan. Oleh karena itu berbagai aktivitas roda perkonomian di wilayah harus bisa berjalan.
Sebagaimana disaksikan dilokasi kegiatan setiap pejabat dan tamu undangan yang memasuki lokasi kegiatan diberi bunga oleh anak-anak setempat sebagai simbol perdamaian dan usai membawakan sambutan Bupati dan Wakil Bupati Lembata juga melepas burung merpati simbol kebebasan.